Mendungnya Langit || bag. 1

Mendungnya Langit



    Ku tatap ke luar jendela, ku lihat air turun dengan begitu derasnya. Satu persatu air turun ke tanah tapi semakin lama air itu jatuh semakin cepat seakan-akan mereka sedang berlomba siapa yang lebih dulu sampai ke bumi. Aku menikmati dinginnya udara yang disebabkan oleh jutaan ar yang jatuh itu atau yang sering orang panggil hujan. Suara bising akibat hujan berhasil mengalihkan perhatianku dari kegaduhan di luar kamarku. Mungkin dua orang tua itu sedang ribut kembali, seperti di hari-hari sebelumnya. Aku sudah terbiasa dengan kegaduhan yang mereka buat.

    Oh iya, namaku Akash Adhitama, panggil saja aku Akash. Hidupku sepi tanpa tujuan yang jelas. Teman-temanku bilang aku seperti mayat yang berjalan. Memiliki wajah pucat tanpa ekspresi apapun. Tapi meski demikian, aku memiliki seorang kekasih. Dia bernama Ileana Kinandari. Alea adalah perempuan yang selalu menemaniku meskipun aku tak memiliki rasa apapun terhadapnya. Tapi meski begitu, Alea bagaikan tujuan sementaraku untuk aku melanjutkan hidup, mungkin jika tidak ada Alea aku sudah tidak tahan untuk bertahan di dunia ini.

    "DUGHH...."
    Ku dengar seperti ada sesuatu yang menghantam tembok dengan keras. Apa mereka tidak tau kegaduhannya bisa membuat tetangga mendengar ada sesuatu yang terjadi di rumah ini. Dengan terpaksa aku menghentikan kegiatanku menikamti dinginnya hujan dan pergi ke luar kamar melihat apa yang dilakukan oleh lelaki paruh baya itu terhadap wanita yang telah melahirkanku.

    "ASTAGA!" Aku kaget bukan main, kali ini papah sungguh keterlaluan, ku lihat mamah tersungkur tidak berdaya dilantai dengan darah yang mengalir disekitar tubuhnya. Sepertinya bagian kepalanya yang mengeluarkan darah karena terbentur oleh tembok. Langsung ku hampiri mamah yang tengah pingsan.

    "Apa yang papah lakukan?! Sekarang lihat apa yang terjadi dengan mamah! Pokoknya apapun yang terjadi dengan mamah aku gak akan maafin papah!" Bentakku terhadap orang yang ku sebut papah tadi. Ku lihat dia terlihat mengerang frustasi.

    "Arghh!! Padahal saya hanya mendorongnya dengan pelan tapi dia begitu lemah!" Aku sudah tidak peduli dengan alasannya. Tanpa membuang waktu, ku minta ia membantuku membawa mamah menuju rumah sakit.

    "Cepat bantu aku membawa mamah ke rumah sakit!"
    Kami pun langsung bergegas menuju rumah sakit.

   Diperjalanan menuju rumah sakit, ku lihat wajah mamah yang semakin pucat. Aku semakin panik karena nafasnya yang terhenti. Tak lama kami sampai di rumah sakit dan langsung bergegas menuju IGD. Aku begitu gelisah menunggu di luar ruangan. Aku takut mamah kenapa-kenapa. Beberapa saat kemudian, dokter yang menangani mamah ke luar ruangan. Aku langsung menghampirinya dan menanyakan kondisi mamah. Tapi jawaban yang ingin ku dengar tak terucapkan olehnya.

    "Maaf kami telah berusaha semaksimal mungkin, beliau telah tiada. Waktu kematiannya..."

    Seketika aku merasa duniaku seakan hancur berkeping-keping. Tak terasa air mata ini jatuh. Aku tak sanggup menerima kenyataan ini. Wanita yang ku cintai satu-satunya telah pergi meninggalkanku sendirian di dunia yang keji ini bersama lelaki pembunuh yang menjelma menjadi papahku. Semua ini karena papah. Aku benci papah.

    Beberapa Minggu setelah mamah meninggal, hari-hariku terasa begitu berat. Untungnya Alea selalu menemaniku dan memberikan semangat untukku. Dia bagaikan matahari yang menyinari langit yang begitu gelap ini. Hari demi hari berlalu, sikap papah terhadapku pun lama-lama semakin menjadi-jadi. Aku yang awalnya memang sudah muak dengannya, kini semakin muak karena sikapnya yang seakan-akan dia adalah sosok papah yang baik. Namun aku hanya bisa memendam semuanya tanpa berbuat apapun.



***


    Di sekolah aku berjalan sendirian menuju kelasku yang berada di ujung lorong sana. Pandanganku yang awalnya hanya menatap lurus ke depan teralihkan oleh getaran hp ku yang ku taruh di saku bajuku. Ternyata itu adalah pesan dari Alea, langsung saja ku balas pesannya sambil melanjutkan perjalanan.

    "Dughh.." Tanpa sengaja aku menabrak seseorang hingga hp ku terjatuh. 

    "Kalau jalan tuh matanya lihat ke depan bukan malah lihat ke bawah!!" Teriak seseorang yang ku tabrak tadi. Aku tidak mempedulikannya dan langsung ku pungut hp ku yang sepertinya retak dibagian layarnya dan kembali berjalan.

    "WOI!! PUNYA MULUT GAK SIH LU?! BUKANNYA MINTA MAAF MALAH PERGI SEENAKNYA! DIAJARIN SOPAN SANTUN GAK SIH SAMA ORANGTUA LO?!" Teriaknya.

   Aku langsung membalikkan badanku, entah kenapa begitu dia menyebut kata orangtua emosi ku langsung terpancing. Ku hampiri dia dengan wajah kesal dan langsung ku pukul wajahnya yang sok jagoan itu.

    "Maksud lu apa bilang gitu hah?! Lu gak tau siapa gua gak usah ngomong apa-apa deh! Gara-gara lu hp gua retak! Emang badan lu luka hah?! Jadi cowok kok lembek banget lu!" Marahku.

    Emosi kami yang sama-sama memuncak membuat perkelahian tak bisa terhindarkan. Mungkin karena aku yang dari kemarin memendam amarahku, sekarang aku lampiaskan pada orang yang berada di bawahku ini.

    "Astaga Akash! STOP!!" Teriak seorang perempuan yang ternyata adalah Alea. Dia datang dan langsung melerai kami. Alea langsung meminta seseorang untuk membawa dia pergi ke UKS karena wajahnya yang sudah tidak terbentuk lagi. Sedangkan aku? hanya luka di sudut bibir saja.

    "Kamu ngapain sih berantem pagi-pagi?! Kamu gak biasanya emosian kayak tadi Kash.. apa yang bikin kamu sampe tega buat wajah dia babak belur gitu sih?" Kata Alea dengan wajah yang terlihat khawatir.

    "Aku gak apa-apa kok Al.. kamu gak usah cemas gitu" jawabku sambil mengelus pipinya. "Tolong izinin aku ya, aku mau pulang" lanjutku lalu pergi meninggalkan Alea.







Bersambung



14.04.2018

    


Komentar